Assalamualaikum pembaca...
Kali ini saya akan
membahas mengenai masyarakat pesisir, kok tumben ya saya mengupasnya dalam
bentuk seperti ini? Hehe,,, ini sebenarnya tugas mata kuliah sosiologi saya,
saya pikir ini suatu bahasan yang menarik sehingga saya membuat versi blognya
hehehe, yuk silakan dibaca.
Indonesia merupakan
negara maritim, kalian tahu kan? Yaa, negeri ini sudah terkenal hingga
mancanegara bahkan dunia tentang keindahan alamnya. Tak hanya alamnya yang
indah laksana surga, melainkan juga kekayakan flora dan fauna yang melimpah
ruah mulai dari wilayah pesisir hingga pegunungannya. Tak mengherankan sebagian
besar penduduk Indonesia menggantungkan hidupnya dari kekayaan alam Indonesia
mulai dari petani, nelayan, penambang, pembudidaya, bahkan sampai pedagang
asongan di tempat wisatapun bergantung pada alam negeri ini.
Indonesia sendiri
memiliki kurang lebih 17.500 pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke,
dengan luas pulau yang bervariasi dan ciri khas yang beragam. Karena wilayahnya
yang sebagian besar berupa perairan pesisir, tak mengerankan bahwa 60% dari 220
juta jiwa penduduknya bergantung pada kekayaan pantai dan kelautannya. Ya,
sebanyak 60% penduduknya terbagi rata menjadi nelayan, pembudidaya ikan,
pembudidaya rumput laut, penambang pasir, petani garam, pembuat kerajinan,
pemilik resort pantai, dan masih banyak lagi. Diantara pekerja tersebut kalian
tahu manakah yang berhubungan dengan masyarakat pesisir? Ya, nelayan,
pembudidaya ikan maupun rumput laut, petani garam, dsb sebagain besar berasal
dari masyarakat pesisir.
Mengapa masyarakat
pesisir cenderung mempunyai pekerjaan yang berpenghasilan berkategori menengah
ke bawah? Hal ini seperti problem yang terjadi secara terus-menerus dan bahkan
telah menjadi warisan. Problem-problem tersebut antara lain:
1.
Kemiskinan
Kemiskinan
telah menjadi ciri dari masyarakat pesisir. Hal ini dikarenakan sifat yang
terus berlanjut dan pemahaman yang sama. Yaitu, hidup boros dan menganggap
penghasilan hari ini untuk hari ini, sedangkan untuk besok dapat
dicari/didapatkan besok pula. Padahal pada jaman ini alam tak dapat lagi
menjamin kelimpahanya karena kerusakan yang telah diperbuat manusia tanpa
perbaikan. Kemiskinan juga dapat diakibatkan oleh bergantungnya masyarakat
pesisir dengan tengkulak. Misal seorang nelayan mendapat hasil dari menangkap
ikan, ia menjualkannya kepada tengkulak, dan tengkulak tidak mau memberi harga
tinggi. Contoh lain seperti pembudidaya rumput laut, kita tahu bahwa rumput
laut belum tentu dapat ditanam setiap waktu, bergantung pada keadaan cuaca pada
daerah itu, dan ketika rumput laut panen bisa saja harganya turun anjlok,
sehingga pembudidaya tidak mendapat keuntungan. Hal inilah yang menyulitkan
dalam penuntasan kemiskinan masyarakat pesisir dan menyebabkan kehidupannya
sulit berkembang. Dari hal tersebut, kita harus sadar dan mau untuk mewujudkan
kebijakan pemerintah yang berpihak pada peningkatan ekonomi nelayan, namun tak
hanya nelayan, pekerjaan yang berkaitan dengan pesisirpun harus kita dukung dan
tingkatkan, demi pemerataan kemakmuran bangsa dan negara.
2.
Berkembangnya budaya patron-client
Berlanjut
penjelasan di atas, bergantungnya masyarakat pesisir dengan tengkulak membuat
berkembangnya budaya patron-client. Apa itu patron-client? Yaitu,
kebergantungan pada tengkulak dalam hal teknologi dan modal usaha yang
diakibatkan sang client (masyarakat pesisir) tidak mempunyai posisi tawar pada
tengkulak. Sebagai contoh seorang nelayan tidak memiliki modal untuk pergi melaut,
dan memutuskan untuk meminjam uang dari tengkulak. Ketika nelayan telah
mendapatkan ikan dan menjualkannya pada tengkulak, tegkulak tidak mau memberi
harga tinggi dan sang nelayan tidak diberi kesempatan untuk menawar harga.
Sehingga uang yang didapat si nelayan hanya sedikit, terpotong juga dengan
hutangnya pada tengkulak, padahal si nelayan memiliki keluarga untuk dipenuhi
kebutuhannya. Solusi yang menurut saya tepat dalam masalah ini adalah perlu
dikembangkannya akses pemodalan alternatif seperti koperasi simpan pinjam atau
koperasi dasar usaha.
3.
Kelembagaan yang memperkuat posisi tawar
kurang berkembang
Kebijakan pemerintah lebih berorientasi pada tuntutan
pemenuhan pendapatan asli daerah (PAD) seperti retribusi bukan pada upaya
bagaimana menuntaskan problem structural masyarakat pesisir. Padahal untuk menyelesaikan
masalah besar kita harus menyelesaikan masalah terkecilnya terlebih dahulu.
Sebaiknya perlu ada kebijakan untuk nelayan atau pekerjaan disekitar pesisir
dalam memperoleh posisi tawar. Sehingga peningkatan kemakmuran masyarakat
pesisir dapat cepat tercapai.
4.
Kurang terjadinya keamanan di laut
Banyak
sekali kasus yang memuat tentang perompakan beralaskan melewati batas daerah
tangkapan. Pemerintah memang telah mempunyai lembaga yang bekerja demi keamanan
laut, namun itu kurang efektif. Mengapa? Karena kemudahan untuk mencapai tempat
terjadinya perompakan di laut tidak semudah akses untuk menuju suatu tempat di
darat. Terjangan ombak dan angin menjadi penghalang kemudahan akses, jadi akses
menjadi lebih lambat. Peningkatan dalam pengawasan laut perlu ditingkatkan,
dengan cara apa? Semoga kita cepat menemukan solusinya.
5.
Tingkat pendidikan rendah
Tingkat pendidikan ini berbanding lurus dengan kondisi
sosial ekonominya. Banyak masyarakat pesisir tidak
mementingkan pendidikan formal maupun informalnya. Mereka berspekulasi bahwa
pendidikan seperti itu tidak penting, atau kurangnya ekonomi membuat pendidikan
menjadi suatu yang mewah. Lalu bagaimana mereka mengetahui tentang cuaca, arah
angin, musim dan lain sebagainya yang berhubungan dengan pekerjaan mereka?
Mereka mendapatknya secara turun temurun. Contohnya seperti nelayan yang
mengetahui arah arus, sistem kalender, petunjuk arah mereka mendapat
pengetahuan itu secara turun-temurun, sebagai warisan. Contoh lain seperti
petani garam, yang mempunyai cara sendiri untuk mengetahui akan ada hujan atau
kemarau panjang agar dapat membuat garam, dan lain sebagainya. Namun kita semua
tahu bahwa teknologi kian berkembang dan sangat pesat jika tingkat pendidikan
masyarakat pesisir rendah, bagaimana kemajuan negeri ini dapat tercapai?
Menurut saya, ini perlu digalakan dalam upaya peningkatan pengetahuan
masyarakat pesisir, sehingga tidak terpatok terus-menerus pada ilmu warisan. Hal
ini dapat dengan cara dibuatnya acara RT atau RW yang diisi oleh materi
perkembangan teknologi. Misal nelayan dikenalkan pada gps, sehingga memudahkan
mereka untuk ke tempat pencarian ikan di tengah laut. Atau dapat bekerja-sama
dengan pemerintah daerah untuk menyambangi daerah-daerah yang tergolong
terpencil untuk mensosialisasikan peralatan mencari ikan yang aman bagi
lingkungan.
6.
Tidak
ada pekerjaan alternative di masa paceklik
Pada
musim penghujan masyarakat pesisir biasanya tidak mempunyai pekerjaan. Para
nelayan biasanya hanya memperbaiki perahu yang rusak atau memperbaiki jaring
yang koyak, dan untuk kebutuhan sehari-hari mereka hanya mengandalkan hasil
tangkapan dari pukat cerbong. Sementara para petani garam cenderung mencari
pekerjaan lain untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya seperti buruh kayu atau
menjadi pedagang kecil. Jika musim penghujan ini terjadi dalam waktu yang lama,
maka masyarakat pesisir tetap stagnan dalam kondisi seperti itu terus. Untuk
mengurangi hal ini dapat dibuat sebuah pelatihan bagi masyarakat pesisir untuk
berwirausaha untuk memenhi kebutuhan sehari-hari saat musim penghujan. Seperti
pelatihan pembuatan kerajinan berbahan dasar limbah yang melimpah dari daerah
tersebut dan lain sebagainya.
Berdasarkan
problem-problem diatas kita dapat mengetahui bagaimana keadaan ekonomi
masyarakat pesisir, dan cara penanggulangannya. Namun, hingga sekarang
masalah-masalah tersebut belum juga terselesaikan padahal solusi telah
digembar-gemborkan. Mengapa demikian? Kurangnya rasa kepedulian atau sikap tak
acuh menjadi penyebab utama gagalnya solusi itu terlaksana. Sebagai contoh
mengenai tata tempat pada wilayah pesisir misalnya. Masyarakat pesisir telah
terbiasa dengan tempat yang tidak tertata sehingga kita melihatnya sebagai
kumuh. Pemerintah telah menyiapkan dana dalam pembangunan dan penataan tempat
tersebut, namun masyarakat pesisir tak perduli dengan hal tersebut dengan
alasan kenyamanan. Dalam beberapa daerah untuk mengubah hal ini perlu adanya
peran nyata orang yang benar-benar perduli dengan hal tersebut dan mengajak
masyarakat pesisir utuk mau bergerak membangun desanya. Karena jika masyarakat
mau turun tangan secara langsung maka pembangunan tersebut akan selalu terawat
dengan baik, sebab mereka telah mengerahkan tenaganya untuk membangun desa
sehingga enggan untuk merusaknya.
Sekarang bagaimana
dengan kehidupan sosial masyarakat pesisir? masyarakat pesisir merupakan
masyarakat yang tergolong dalam masyarakat yang memiliki keacuhan tinggi
terhadap sesamanya. Saking acuhnya sulit dibedakan antara tetangga dengan
saudaranya sendiri, sehingga kekerabatan mereka sangat erat. Sebenarnya
masyarakat pesisir mempunyai sifat jujur, tegas, dan keras. Sehingga meski
mereka memiliki rasa solidaritas tinggi, namun jika terjadi konflik maka
penyelesaianpun sulit tercapai. Masyarakat pesisirpun tergolong masyarakat yang
mengikuti trend. Sayangnya, trend yang mereka pakai tanpa disaring terlebih
dahulu. Seperti rambut disemir, rambut mohak, bahkan sampai mabuk-mabukan, atau
model-model fashion yang sedang jadi trend lainnya. Selain hal-hal tersebut
masyarakat pesisir seperti nelayan memiliki rasa percaya diri tinggi dan merasa
sangat bangga atas pekerjaanya tersebut. Namun ada yang menurut saya sangat
disayangkan oleh hal-hal tersebut, yaitu keterbelakangan pembangunan bagi
masyarakat pesisir.
Kita tahu bahwa
masyarakat pesisir terutama di Indonesia memiliki tradisi unik untuk
mengucapkan rasa syukur atas hasil lautnya selama satu tahun. Upacara sedekah
bumi dan sedekah lautpun merupakan upacara yang sering dilakukan oleh
masyarakat pesisir. Hingga tiap daerah memiliki “jadwal” dan persyaratan yang
berbeda, sesuai sejarah dari masing-masing daerah. Sehingga tak mengherankan
jika masyarakat pesisir masih banyak yang percaya dengan halhal magis, dan
perkataan dukun.
Budaya masyarakat
pesisirpun tak hanya tentang tradisi tradisionalnya, malainkan juga
pemahaman-pemahaman dan aturan lainya. Kita tahu bahwa masyarakat pesisir
seperti nelayan mempunyai cara untuk membaca bintang, petani garam yang mampu
“meramalkan” cuaca, sampai petani rumput laut yang paham dengan pasang surut
air laut. Hal seperti ini mereka ketahui secara turun-temurun dan sebagai
warisan. Tak heran banyak penyuluhan alat-alat yang ditawarkan untuk mendukung
kegiatan tepi-lepas pantai sering ditolak oleh masyarakat pesisir karena mereka
mengangap bahwa cara dari nenek moyang mereka lebih ampuh dari peralatan modern
seperti sekarang. Peran wanita masyarakat pesisirpun sering dikesampingkan,
para wanita di pesisir pantai anya diperkenankan untuk mencari ikan di perairan
dangkal, mengolah hasil angkapan, dan urusan rumah tangga.
Untuk memudahkan
pemahaman diatas saya buatkan tabel sederhana:
No.
|
Ekonomi
|
Sosial
|
Budaya
|
1.
|
Menengah
kebawah
|
Solidaritas
tinggi
|
Ilmu
didapat dari warisan
|
2.
|
Easy
come easy go
|
Religius
|
Percaya
hal magis
|
3.
|
Boros
|
Gotong
royong
|
Budaya
Islam kental
|
4.
|
Penghasilan
tidak menentu
|
Pembangunan
mengalami keterbelakangan
|
Rendah
tapi bangga atas profesinya
|
5.
|
Senang
berhutang sulit menyahur
|
Watak
keras tapi jujur
|
Ritual-ritual
berdasarkan kelautan
|
6.
|
Sangat
bergantung pada alam
|
Rasa
gengsi tinggi
|
Pengalaman
kolektif jika terjadi bencana
|
7.
|
Bergantung
warisan orang tua (perahu, tambak, dll)
|
Melihat
dan meniru tokoh masyarakat
|
Individualisme
untuk menguasai alam
|
Oke cukup sekian
pembahasan saya, semoga ilmu yang telah terbaca bermanfaat. Jika ada yang
mengganjal silakan tulis dalam kolom komentar, agar kita dapat saling belajar
lagi. Dan mohon maaf sekali jika masih banyak kekuranganya hehe,,, terimakasih J
Wassalamualiakum
pembaca......
Komentar
Posting Komentar